PACITAN, – Di kota Pacitan yang dipenuhi misteri, terdapat tradisi kuno yang disebut “Situs Megengan Pacitan” yang berasal dari abad ke-15 Masehi. Pada masa itu, kerajaan Wiranti telah banyak memeluk agama Islam, dan beberapa tokoh ulama Islam dari Demak Bintoro, seperti Kyi Ageng Petung (Sunan Siti Geseng) dan Kyi Ageng Posong, memperkenalkan tradisi “Megengan”. Acara ini biasanya dilakukan menjelang bulan “Ruwah” sebelum memasuki bulan “Poso” atau Romadhan.
Tradisi dimulai dengan “Gugur Gunung”, di mana makam leluhur masyarakat dibersihkan, dan dilanjutkan dengan doa bersama dipimpin oleh ulama Islam atau tokoh agama. Doa tersebut ditujukan untuk mensucikan jiwa baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia sebelum memasuki bulan puasa 1445 H.
Dalam acara ini, disajikan makanan tradisional seperti “Ingkung Ayam” dan nasi gurih, yang memiliki makna mendalam tentang kesucian dan kenikmatan hidup yang tidak selalu manis atau pahit.
Tradisi ini juga mengandung makna spiritual, di mana ritual “Megengan” dilakukan sebagai persiapan untuk menahan nafsu dan menjalani bulan puasa Ramadhan.
Ritual terakhir adalah “keramas” dengan menggunakan bahan alami seperti merang atau batang padi yang telah dibakar, sebagai simbol pembersihan lahir dan batin.
TradisiĀ Megengan Pacitan merupakan warisan budaya yang masih dijaga dan dilestarikan hingga kini sebagai bagian dari kekayaan budaya Pacitan yang kaya dan beragam, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi leluhur dan sebagai wujud ketaatan beragama yang mendalam.
Mugio Gusti ALLAH Paring berkahipun teng Engsun; keluarga; rakyat lan Penerus ipun Kanjeng Nabi Muhamad Rosullah; bumi langit sak isinipun. (Amat Taufan)